Al-Futūḥāt al-Makkiyyah adalah sebuah sintesis impresif yang mencakup seluruh pengetahuan spiritual,
yang menertibkan warisan doktrinal dari guru-guru spiritual baik dari barat maupun timur.

Bukan hanya itu, Futūḥāt adalah lebih dari sekedar sebuah kompendium ensiklopedis tentang sisi esoteris Islam.
Tugas seorang Penutup Kewalian Muḥammadī yang diemban oleh sang penulis bukan sekedar untuk menjaga
“simpanan pusaka nan keramat” ini, tetapi juga untuk menghidupkannya kembali.

Syaikh Ibn Al-‘Arabī ra. tidak hanya berhenti pada pengkodifikasian terminologi yang telah ada
dengan cara mendefinisikan dan mengembangkan makna dari sebuah istilah teknis yang dipakai.
Tetapi beliau banyak memperkaya terminologi tersebut dengan memakai bahasa Al-Qur’ān dan hadits nabawi.

Selain itu, kita juga bisa melihat, meskipun gagasan tentang kewalian (walayah)
telah digagas sejak masa-masa awal sufisme, tetapi Ibn Al-‘Arabī-lah orang pertama
yang secara mendalam mampu mengintrepertasikan karakteristik, fungsi serta beragam jenisnya.

Claude Addas —
— The Voyage of No Return —

 

         Di antara karamah yang paling nyata dari Syaikh Ibn Al-‘Arabī ra. adalah karya tulis beliau. Dr. Osman Yahia memperkirakan dalam klasifikasinya terhadap karya-karya Syaikh, Histoire et classification de l’oeuvre d’ibn Arabi, bahwa beliau telah menulis 700-an buku, risalah, serta berbagai kumpulan puisi, dan 400 buah di antaranya masih ada hingga sekarang. Dari ratusan karya itu,  Kitab Al-Futūḥāt al-Makkiyyah adalah yang terbesar, terlengkap dan terpanjang.  Kitab ini adalah sebuah ensiklopedi besar ilmu-ilmu keislaman dalam konteks tauhid sebagai inti dari ajaran Islam.

         Dalam kitab ini Syaikh Ibn Al-‘Arabī ra. membicarakan dengan sangat mendetail mengenai Al-Qur’ān, hadits, berbagai peristiwa dalam kehidupan Rasul, aturan-aturan mendetail dari syari‘at, prinsip-prinsip fikih, Nama-nama dan Sifat-sifat Ilahi, keterkaitan antara Allah Swt. dan alam semesta, struktur kosmos, penciptaan manusia, berbagai macam tipe manusia, tingkatan-tingkatan para wali, jalan untuk meraih keparipurnaan manusia, fase-fase di dalam mi‘raj menuju Allah Swt., berbagai peringkat dan macam malaikat, alam jin, karakteristik ruang dan waktu, simbol huruf-huruf, sifat alam penengah antara kematian dan hari kiamat, status ontologis dari surga dan neraka, dan lain sebagainya. Keseluruhan daftar babnya dalam versi terjemahan bisa mencapai 40 halaman.

         William C. Chittick dalam pendahuluan karyanya The Sufi Path of Knowledge, sebuah rangkuman dari doktrin-doktrin metafisika Syaikh Ibn Al-‘Arabī ra., mendeskripsikan bahwa dalam perbendaharaan kata Asy-Syaikh Al-Akbar, kata “futūḥ” (keterbukaan)—bentuk tunggal dari kata “futūḥāt”—adalah sebuah sinonim dekat untuk beberapa istilah yang lain seperti kasyf (ketersingkapan), żawq (merasakan langsung), musyāhadah (penyaksian), al-fayḍ al-ilāhī (limpahan Ilahi), tajallī (penampakan diri) dan baṣīrah (penglihatan batin). Setiap dari kata-kata ini menunjukkan sebuah mode dalam memperoleh ilmu mengenai Allah dan alam-alam gaib secara langsung tanpa melalui perantara belajar, guru, ataupun kekuatan akal. Allah Swt. “membukakan” qalbu untuk dapat mencerap ilmu. Kata “keterbukaan” di sini menunjukkan bahwa tipe ilmu seperti ini datang secara tiba-tiba kepada seseorang yang memiliki himmah atau kemauan yang sangat kuat, setelah menunggu dengan sabar dan penuh perhatian di depan pintu Tuhannya. Pencapaian ilmu semacam ini tidak melibatkan adanya usaha, penelitian maupun pencarian. “Keterbukaan” adalah tipe ilmu yang diberikan kepada para nabi (meskipun tidak harus berupa kitab suci) dan para wali. Mereka menerimanya secara langsung dari Allah tanpa penyelidikan akal maupun pengamatan pikiran.

         Kata kedua dari judul kitab ini adalah sebuah kata sifat “al-makkiyyah”. Huruf yā’ yang ditasydid di akhir kata berfungsi menunjukkan penisbahan sifat tertentu atau tempat di mana sesuatu berasal. Dengan demikian, kata “al-makkiyyah” di sini bisa diartikan “yang terjadi di Mekkah” atau “yang bersifat Mekkah”. Syaikh Ibn Al-‘Arabī ra. menjelaskan bahwa futūḥ-futūḥ khusus yang menyusun seluruh isi kitab ini dimulai sejak perjalanan beliau menunaikan ibadah haji ke Mekkah pada tahun 598/1202. Beliau memulai penulisan kitab ini pada tahun berikutnya dan belum menyelesaikannya hingga setelah menetap di Damaskus tiga puluh tahun kemudian pada tahun 629/1231. Sebagian besar dari apa yang beliau catat dalam kitab ini adalah segala sesuatu yang dibukakan Allah untuk beliau selama melakukan tawaf di sekeliling Rumah Allah (Baytullāh) atau ketika sedang duduk ber-murāqabah dengan-Nya di Tempat Suci-Nya (ḥaram). Penjelasan ini menyiratkan bahwa kitab ini adalah catatan tentang futūḥ-futūh beliau yang terjadi di Mekkah atau bersifat seperti Mekkah sebagai Tempat Suci dan Rumah Allah.